Příspěvky v blogu od uživatele Hasan Basri

Komukoliv v Internetu

Malam itu hujan turun pelan, menetes di jendela rumah keluarga Hasan. Suasana akhir tahun mulai terasa. Di ruang tengah, keluarga kecil itu berkumpul—tidak untuk pesta, tapi untuk berbagi cerita. Ada tawa, ada diam, dan ada rasa haru yang tak perlu dijelaskan dengan kata-kata.

Seperti kebanyakan keluarga, mereka juga punya kebiasaan kecil setiap akhir tahun: duduk bersama, mengenang apa yang telah dilewati, dan membicarakan apa yang ingin diperbaiki. Bagi Hasan, momen ini bukan sekadar tradisi, tapi cara untuk menjaga kehangatan di tengah dunia yang semakin cepat berlari.

Waktu yang Terlalu Cepat

“Tahun ini terasa seperti angin lewat,” ucap istrinya pelan. Hasan mengangguk. Ia tahu betul, rutinitas kadang membuat mereka lupa bahwa waktu tidak menunggu siapa pun. Pekerjaan, sekolah anak-anak, urusan rumah—semuanya membuat hari terasa penuh, tapi sering kosong makna.

Akhir tahun seperti ini menjadi kesempatan langka untuk menekan tombol “pause”. Menengok ke belakang, menyadari apa saja yang sudah dilakukan, dan yang mungkin terlewatkan. Hasan sadar, bukan hal besar yang membuatnya bahagia, tapi hal-hal sederhana: sarapan bersama, obrolan sebelum tidur, dan tawa anak-anak yang mulai jarang terdengar.

Refleksi Diri dan Rasa Syukur

Refleksi bukan berarti menyesali masa lalu. Bagi keluarga Hasan, refleksi adalah tentang menyadari setiap nikmat kecil yang sering luput disyukuri. Tahun ini mungkin tidak sempurna, tapi penuh pelajaran. Ada rencana yang tidak berjalan sesuai keinginan, ada kesedihan yang datang tiba-tiba, namun ada juga begitu banyak kebaikan yang hadir tanpa disadari.

Di momen hening seperti itu, mereka saling meminta maaf. Sebuah ritual kecil sebelum menyambut tahun baru. Tidak ada kata yang mewah, hanya kejujuran yang menenangkan. Dan dari situ, tumbuh rasa baru—semangat untuk memperbaiki diri dan memperkuat keluarga.

Liburan yang Menguatkan Hubungan

Anak-anak kemudian bertanya, “Liburan kali ini kita mau ke mana?” Hasan tersenyum. Dulu, setiap akhir tahun selalu diisi dengan perjalanan ke pantai atau kota lain. Tapi tahun ini terasa berbeda. Ia ingin sesuatu yang lebih bermakna daripada sekadar liburan.

“Bagaimana kalau liburan kali ini kita jadikan waktu untuk mendekat kepada Allah سبحانه وتعالى?” ucapnya. Istrinya mengangguk pelan. Dalam hati, mereka sudah lama memikirkan hal itu — menjadikan akhir tahun sebagai perjalanan spiritual, bukan sekadar wisata.

Bulan Desember dirasa waktu yang tepat. Cuaca di Arab Saudi sedang sejuk, anak-anak libur panjang, dan hati mereka terasa siap untuk berangkat menunaikan umroh Desember bersama.

Perjalanan Spiritual yang Mengubah Cara Pandang

Ketika akhirnya mereka tiba di Makkah, suasana berbeda benar-benar terasa. Di hadapan Ka’bah, semua kesibukan dunia seolah hilang. Hasan berdiri dengan mata berkaca-kaca. Semua doa yang ia pendam selama ini terasa ringan ketika diucapkan di tempat suci itu.

Istrinya menangis dalam sujud panjang, sementara anak-anak menatap kagum pada keagungan Masjidil Haram. Tidak ada yang mereka pikirkan selain rasa syukur—atas kehidupan, atas keluarga, dan atas kesempatan untuk memperbaiki diri.

Mereka sadar, perjalanan ini bukan hanya liburan rohani, tapi juga refleksi mendalam tentang makna hidup. Di sana, Hasan merasa seolah waktu berhenti. Setiap langkah di tanah haram menjadi pengingat betapa kecilnya manusia di hadapan kebesaran Allah سبحانه وتعالى.

Ketika kembali ke Tanah Air, mereka membawa pulang lebih dari sekadar kenangan. Ada ketenangan baru di hati, ada cinta yang tumbuh lebih dalam di antara mereka, dan ada tekad kuat untuk menjaga hubungan ini dengan lebih baik.

Mengisi Akhir Tahun dengan Hal Bernilai

Tidak semua orang mungkin punya kesempatan yang sama untuk berangkat ke Tanah Suci. Tapi semangatnya bisa ditiru — menjadikan akhir tahun sebagai waktu untuk hal-hal yang bermakna.

Bersihkan rumah sambil mendengarkan murottal, berziarah ke makam orang tua, berbagi makanan ke tetangga, atau sekadar menulis surat refleksi untuk diri sendiri. Setiap tindakan kecil seperti itu bisa menjadi cara menutup tahun dengan penuh berkah.

Akhir tahun adalah momen terbaik untuk memperlambat langkah, menata hati, dan menyiapkan niat baru. Hidup terlalu berharga untuk dihabiskan hanya mengejar hal duniawi tanpa keseimbangan spiritual.

Menatap Tahun Baru dengan Optimisme

Kini, tahun baru menanti di depan mata. Namun kali ini, keluarga Hasan tidak lagi sibuk membuat daftar resolusi panjang. Mereka hanya punya satu niat sederhana: menjalani hidup dengan lebih sadar dan lebih bersyukur.

Anak-anak menulis di kertas kecil: “Tahun depan, ingin jadi lebih baik, lebih rajin, dan lebih sayang keluarga.” Hasan tersenyum membaca tulisan itu. Ia tahu, inilah esensi dari refleksi akhir tahun — bukan perubahan besar, tapi niat tulus untuk terus memperbaiki diri.

Ia menatap keluarganya, lalu berbisik, “Kalau hati sudah bersih, insyaAllah tahun depan akan lebih indah.”

Penutup

Akhir tahun bukan sekadar pergantian waktu. Ia adalah panggilan untuk kembali pada makna hidup, memperkuat hubungan dengan keluarga, dan memperbaiki diri di hadapan Allah سبحانه وتعالى.

Bagi sebagian orang, liburan mungkin tentang hiburan. Tapi bagi keluarga seperti Hasan, akhir tahun adalah perjalanan spiritual menuju ketenangan — baik melalui kebersamaan, refleksi, maupun langkah ibadah seperti umroh Desember.

Dan di sanalah letak kebahagiaan sejati: bukan pada kemeriahan pesta, tetapi pada kedamaian hati yang lahir dari rasa syukur dan cinta yang tumbuh di antara keluarga.